Kamis, 25 Februari 2010

Strategi Revitalisasi PT Kereta Api Indonesia


Bagi Anda yang dilahirkan tahun 90-an ke bawah, tentu mengenal lagu seperti judul di atas : Naik kereta api Tut…3x Siapa hendak turut. Ke Bandung, Surabaya. Bolehkah naik dengan percuma. Ayoo kawanku lekas naik. Keretaku tak berhenti lama. Saya tidak tahu apakah anak-anak kelahiran tahun 90-an ke atas masih diajari lagu tersebut atau tidak. kalau toh pun diajari mereka juga mungkin akan protes, kenapa bunyi kereta “tut…tut…tut”. Wong kereta api sekarang sudah bertenaga engine diesel atau listrik dengan suara yang lebih halus dan tidak ber “tut..tut…tut” seperti kereta zaman dahulu yang bertenaga uap.

Bukan lagu itu yang akan Penulis ulas. Penulis cukup prihatin dengan per-kereta api-an sekarang. Banyaknya kecelakaan kereta api (seperti gerbong anjlok), kondisi fisik gerbong yang tidak terawat (terutama kereta api kelas ekonomi), dan kondisi cashflow perusahaan kereta api (PT KAI) yang konon merugi terus. Oleh karena itu penulis ingin turut sumbang saran demi kemajuan perkereta apian Indonesia.

Terus terang saja. Kereta hanya menjadi moda transportasi favorit bagi masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Padahal justru di segmen inilah, keuntungan bisnis kereta api sangat marginal sehingga harus disubsidi dari kelas bisnis dan eksekutif. Ironisnya justru kelas bisnis dan eksekutif bukan menjadi alat transportasi pilihan segmen kelas menengah-ke atas. Oleh karena itu, penulis merumuskan dua menjadi pertanyaan menarik : (1) Bagaimana strategi KAI untuk meningkatkan keuntungan dari segmen pasar ekonomi menengah-ke bawah ini? (2) Bagaimana meraup segmen pasar ekonomi menengah-ke atas?

Untuk menjawab pertanyaan (1) satu-satunya strategi yang harus ditempuh oleh KAI adalah Cost Leadership. Cost leadership bisa diperoleh melalui perampingan Sumber Daya Manusia (SDM), tetapi Penulis tidak terlalu tertarik untuk membahas topik ini – terlalu riskan. Masih ada cara lain mengefisiensikan biaya operasional. Biaya operasional kereta api diesel (sebagian besar kereta api di Indonesia masih bertenaga engine diesel) disumbang paling banyak dari biaya bahan bakar minyak diesel, apalagi dengan kondisi harga minyak diesel yang melambung seiring melambungnya harga crude oil. Oleh karena itu KAI harus sudah merencanakan adanya perubahan bahan bakar kereta api.

Idealnya KAI merubah tenaga diesel dengan tenaga listrik. Disamping harga listrik yang lebih murah (untuk tenaga yang sama yang dibangkitkan oleh minyak diesel), juga tenaga listrik lebih ramah lingkungan. Akan tetapi constraint yang dihadapi adalah besarnya investasi yang harus dikeluarkan oleh KAI. Alternatif yang lebih realistis adalah mengganti minyak diesel menjadi gas. Harga gas untuk satuan kalor yang sama bisa mencapai sepertiga sampai setengah dari harga minyak diesel. Biaya konversi alternatif ini juga relatif lebih rendah daripada mengganti dengan tenaga listrik. Kalau ingin mengkonversi tidak secara drastis, maka bisa memakai sistem dual-fuel, hanya efek penghematan operasionalnya tidak sebesar apabila berbahan bakar gas dedicated.

OK, pertanyaan (1) sudah bisa kita jawab secara kasar. Sekarang bagaimana menjawab pertanyaan (2)? Strategi yang bisa dilakukan KAI adalah Fokus dan Diferensiasi. Lantas bagaimana caranya membuat kereta api menjadi satu alat transportasi yang berbeda (different) dari lainnya? Kita harus mencari strength dari kereta api dibandingkan dengan moda transportasi lainnya. Kereta api memiliki kekuatan yang bisa dirangkum dalam kalimat “big is beautiful”.

Ukuran yang besar adalah potensi terpendam kereta api yang belum dimanfaatkan oleh KAI. OK, kereta api masih kalah cepat dengan Pesawat Terbang, tapi carilah segmen yang lebih prefer terhadap kenyamanan. Inilah “fokus”, fokus kelas bisnis dan eksekutif difokuskan untuk target yang betul-betul memilih kenyamanan. Penulis yakin, tidak semua orang memilih “kecepatan” sebagai preferensi utama dalam memilih alat transportasi. Oleh karena itu untuk kelas bisnis dan eksekutif, buatlah fasilitas kenyamanan yang senyaman-nyamannya untuk meraup segmen ini. Misal ada gerbong eksekutif yang dilengkapi dengan kamar tidur (kayak di luar negeri sana). Ada restoran atau kafe elit dengan hotspot (ingat bukan restorka seperti sekarang ini). Atau kalau mau bisa dibuat gerbong yang berisi permainan bagi anak anak (untuk menarik pasar dengan mempengaruhi anak-anak. Gerbong ini dipasang kalau musim liburan). Atau ada gerbong yang dilengkapi bioskop mini atau karoeke. Pokoknya yang memberikan kenyamanan dan hiburan. Tentunya ide ini harus dikaji lagi secara detil dari aspek market dan financial. Sehingga bisa dirumuskan strategi pengembangan yang paling feasible.

Strategi fokus dan diferensiasi tersebut akan “make the target market delighted” bukan sekedar “satisfied”. Dengan adanya kereta api yang nyaman itu, mungkin anak-anak kita nanti akan menjadi mengenal kembali lagu ” Naik Kereta Api”. Bahkan mereka akan menyanyikannya dengan begitu bersemangat! ” Siapa hendak turut…”

Tulisan ini sebelumnya dimuat di www.indonesiasejahtera.wordpress.com 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar